Membuka Pintu Hati Pemimpin Raja


Mengetuk Pintu Sang Raja Sahabat ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah berujar,“Engkau tengah mengetuk pintu Sang Raja di selama shalat. Dan tiap-tiap orang yang mengetuknya, niscaya bakal dibukakan jalur keluar.” [Shifat ash-Shafwah, 1:156]Siapakah Raja dimaksud, yang selalu kami ketuk pintu-Nya di tiap-tiap kali shalat? Tentulah Dia adalah Allah, Rabb semesta alam, yang di Tangan-Nya-lah segala perbendaharaan bumi dan langit berada, begitu pula bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan seluruh perbaikan hati dan suasana yang dialami hamba.



Kesempatan mengetuk pintu Sang Raja tidaklah terbatas di pas pelaksanaan shalat lima pas semata. Akan tetapi, Allah Ta’ala berikan tambahan banyak peluang selama siang dan malam. Hebatnya lagi, Allah Ta’ala justru bergembira kecuali para hamba-Nya selalu mengetuk pintu-Nya, memanjatkan permohonan dan permohonan kepada-Nya. Hal yang sungguh tidak serupa kecuali kami melaksanakan mengenai yang serupa kepada makhluk. Mereka bakal menggerutu dan justru suntuk bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan permohonan yang kami melaksanakan terus-menerus!



Kesempatan kami untuk mengetuk pintu Sang Raja adalah peluang yang berharga, tetapi tidak perlu berharap izin atau membawa dampak janji sebagaimana mengenai itu perlu dilaksanakan khususnya dahulu kecuali kami menghendaki bersua bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan raja-raja dan orang-orang perlu di dunia. Kesempatan yang merupakan nikmat luar biasa seperti yang dikatakan al-Muzani rahimahullah,



“Siapakah yang hidupnya lebih nikmat darimu, wahai anak cucu Adam?! Engkau mampu berkhalwat di di dalam mihrab bermodalkan air untuk berwudhu, agar tiap-tiap kali menghendaki bersua bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan Allah, Engkau tinggal masuk ke di dalam mihrab dan mengerjakan shalat, di mana Engkau mampu berkomunikasi bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan Allah tanpa ada penerjemah.” [az-Zuhd, hlm. 246]



Bukan Berarti Solusi bakal Otomatis dan Segera Diberikan Akan tetapi, kala teman baik Abdullah ibn Mas’ud radhiallahu ‘anhu tunjukkan bahwa tiap-tiap orang yang mengerjakan shalat tengah mengetuk pintu Allah Ta’ala dan pasti bakal menemui solusi atas kasus hidup yang dikeluhkannya, mengenai itu bukan bermakna bahwa solusi bakal otomatis dan langsung diberikan. Terkadang Allah Ta’ala menunda untuk mengakses pintu-Nya dan berikan tambahan solusi bagi kasus yang dihadapi hamba-Nya sebab ada hikmah yang mendalam. Dengan demikian, ada kebaikan di atas kebaikan yang mungkin tidak bakal diperoleh hamba kala do’a dan permintaannya langsung dikabulkan Allah Ta’ala!



Boleh jadi tertundanya jalur keluar atas kasus yang dihadapi hamba melahirkan berbagai ibadah pada diri hamba seperti ikhbaat (merendahkan diri di hadapan Allah) dan inaabah (kembali kepada Allah); merasakan kelezatan tatkala memohon dan bermunajat kepada Allah; dan berbagai ibadah kalbu yang mempunyai kehidupan bagi hati, yang mungkin tidak pernah terbayang di dalam benak hamba sebelumnya.



Setiap orang yang konsisten mengetuk pintu Sang Raja, pasti bakal beroleh solusi atas permasalahannya. Akan tetapi, apakah hakikat solusi itu? Apakah cuma terkabulnya do’a semata? Sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengabulan do’a itu cuma tidak benar satu tanggapan atas do’a yang dipanjatkan hamba. Terkadang Allah menghindar musibah agar tidak menimpa hamba, yang mampu jadi lebih tidak baik berasal dari kasus yang tengah dihadapi. Atau Allah menundanya agar balasannya diberikan kelak di hari kiamat. Minimal, dan pasti mengenai ini bukan bermakna sedikit, Allah bakal menegaskan pahala atas upayanya mengetuk pintu Sang Raja, pahala yang pasti terlampau diperlukan sebab lebih miliki nilai daripada seisi dunia di pas seluruh hamba membaca lembaran-lembaran catatan amalnya.



Solusi yang lebih besar berasal dari itu seluruh adalah Allah Ta’ala menjadikan hamba cinta dan larut di dalam kesenangan bermunajat, memanjatkan do’a kepada-Nya, dan merasakan kedekatan dengan-Nya. Tidak ada nikmat dunia yang seimbang bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan itu, dan tidak ada musibah yang lebih besar kala hamba kehilangan setelah mampu merasakannya. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,“Terkadang hamba mengalami permasalahan, agar dia pun punyai target memanjatkan kepentingan dan memohon solusi berasal dari kesulitan. Hal itu mendorongnya untuk berharap



dan merendahkan diri di hadapan Allah, yang merupakan tidak benar satu bentuk ibadah dan ketaatan. Pertama kali boleh jadi target hamba itu adalah sekadar beroleh rizki, pertolongan, dan keselamatan yang diinginkan. Namun, do’a dan perendahan diri membukakan pintu keimanan, makrifat, dan kecintaan kepada Allah; memberikan peluang kepada dirinya untuk bersenang-senang bersama dengan bersama dengan bersama dengan bersama dengan berdzikir dan berdo’a kepada-Nya, yang seluruh itu sesungguhnya lebih baik baginya dan lebih miliki nilai daripada kepentingan duniawi yang diinginkannya. Inilah tidak benar satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, di mana Dia menggiring hamba untuk memanjatkan kepentingan dunianya, tetapi berikan tambahan hasil mulia yang mempunyai kebaikan pada agama” [Iqtidha ash-Shirath al-Mustaqim, 3: 312-313]Semoga Allah Ta’ala tidak halangi diri kami berasal dari kelezatan bermunajat kepada-Nya dan kenyamanan berdekatan dengan-Nya.

http://www.nafttech.com/index.php?option=com_k2&view=itemlist&task=user&id=1026874

No comments for "Membuka Pintu Hati Pemimpin Raja"